Travel log. The Lone Traveler’s Journey Part 2 : Jogja-Muntilan-Semarang-Muntilan

Terbangun di pagi hari di kota Yogyakarta, di rumah Om yang pagi itu sepi sekali. Karena kebiasaan saya sehari-hari maka saya dari pagi langsung mandi dan mempersiapkan peralatan saya yang akan saya bawa untuk pergi. Hari ini saya telah berencana untuk bepergian bersama Sita, adik sepupu saya. Sementara di waktu yang sama Dika, calon suami saya, akan menghabiskan waktu bersama keluarganya untuk bermain di pantai. Sebenarnya Dika telah mengajak saya untuk ikut serta, namun mengingat kapasitas mobil tidak memadai untuk tambahnya penumpang, belum lagi jika Dika harus membuang waktu dan tenaga untuk menjemput saya terlebih dulu, maka kami memutuskan supaya saya tidak ikut serta dan akan meluangkan waktu saya sendiri di Jogja.

Saya dan Sita baru pergi meninggalkan rumah di siang hari. Tujuan pertama adalah Jalan Matraman, dimana Sita hendak membeli beberapa DVD yang sudah beberapa waktu dia inginkan. Sita baru saja sembuh dari sakit dan saya yakin saat itu dia sudah cukup bosan karena harus terus istirahat di rumah, bahkan pada waktu hari Lebaran. Dari Jalan Matraman kami menuju Shopping. Tempat yang disebut “Shopping” ini sebenernya adalah eks kawasan Shopping Center dimana sekarang kawasannya telah dijadikan Taman Pintar. Di hari libur ini Taman Pintar dipadati oleh para pendatang dari luar kota, keluarga dan anak-anak yang sedang berlibur. Bukan taman ini yang menjadi tujuan kami, melainkan pusat penjualan buku bekas yang berada di baliknya. Saya dan Sita sejak kecil senang membaca, dan kami menelusuri tiap sudut pusat buku bekas itu untuk menemukan buku-buku yang menarik. Pada saat ini saya jadi merindukan calon suami, karena soal buku, dia selalu punya info yang jauh lebih lengkap daripada saya dan bisa memilih buku-buku mana yang benar-benar bagus dan menarik.

Setelah membeli beberapa buku yang menarik kami pun melanjutkan perjalanan. Awalnya kami berencana untuk ke kraton dan mengambil beberapa foto disana, tapi akhirnya kami hanya berputar mengelilingi kraton dan alun-alun, kemudian memutuskan untuk hunting foto di kawasan Kauman. Kampung Kauman adalah kampung asli yang berada di sekitar Kraton Yogyakarta, yang dijadikan sebagai kampung wisata dengan banyaknya pengrajin batik dan pusat-pusat batik asli Jogja yang berada di kawasan kampung ini. Melewati jalan-jalan kecil nan berliku di Kampung Kauman ini saya menemukan beberapa spot-spot yang menarik untuk saya foto.

[Kawasan sekitar Kraton dan Kampung Kauman]

Tapi hal yang paling menarik adalah ketika Sita memperkenalkan saya pada beberapa tembok besar berbentuk benteng yang sebenarnya telah sering saya lihat tiap kali mengunjungi kota Yogyakarta ini, namun baru kali ini saya mengerti apa sebenarnya tembok-tembok itu. Pada satu sudut kampung kami menemukan tangga menaiki puncak salah satu tembok. Tembok ini bernama Pojok Benteng, dengan bentuk serupa seperti pojokan benteng atau istana yang sering kita lihat dari gambar atau film-film epic dimana bagian dari bangunan atau kawasan ini kemudian dipergunakan sebagai tempat pengawasan keamanan lingkungan.

[Puncak dari Pojok Benteng]

Kemudian tembok besar yang berada melintang di jalan raya ini adalah Plengkung. Tembok ini pasti banyak dikenal karena terowongan kecil yang tercipta serta adanya jalan raya di bawahnya, merupakan terowongan yang banyak dilintasi kendaraan dan pasti akan dilalui oleh siapapun yang hendak menuju alun-alun atau pusat kota. Menurut Sita, Plengkung yang tampak seperti sudut utama dari kumpulan Pojok Benteng yang tersebar di beberapa tempat di Jogja ini merupakan titik tengah, dan yang unik dari Plengkung ini adalah bagian puncaknya, yang konon merupakan jalur khusus bagi kereta kencana istana untuk berlalu lalang dalam istana. Kami sempat ingin menelusuri jalur tersebut sambil berjalan kaki karena adanya rasa ingin tahu kemana arah jalur itu dan dimana ia berakhir, tapi kemudian mengurungkan niat itu karena kami tidak bisa meninggalkan sepeda motor seenaknya di pinggir jalan, selain itu kami melihat salah satu ujung jalur tersebut telah terpotong oleh adanya deretan rumah-rumah penduduk.

[Plengkung dan puncak Plengkung]

[Terowongan di bawah Plengkung dan lalu lintasnya yang ramai]

Meninggalkan Plengkung tadi kami lalu kembali menelusuri jalanan kota Jogja untuk mencari spot hunting foto, melewati Jalan Malioboro yang dipadati pendatang serta masyarakat lain yang sibuk berbelanja cinderamata dan batik khas Jogja, melewati pusat batik dan barang-barang antik kesukaan saya, Mirota Batik. Saya mengurungkan niat saya untuk berbelanja sore itu bukan hanya karena adanya keramaian yang sedikit membuat saya dan Sita menjadi kurang nyaman, namun juga karena mempertimbangkan petualangan saya yang masih berlanjut dan mengingat ransel gendut saya tidak akan mungkin menampung tambahan barang lagi. Kami pun kemudian pulang.

Esok harinya Dika menghubungi saya lewat SMS, mengabari bahwa ia dan ibunya akan pergi ke Semarang mengunjungi rumah kakak perempuan tertuanya dan jika ada kesempatan akan mengunjungi Mbah Kung nya (Kakek Dika) yang saat itu sedang pergi ke Pekalongan, dan Ibu meminta saya untuk ikut. Maka saya pun bersiap dan menanti calon suami saya itu untuk menjemput. Beberapa jam sebelum waktu makan siang tiba, Dika tiba untuk menjemput saya dan kami pun berangkat kembali ke Muntilan. Ketika tiba di rumah Muntilan ternyata kondisi disana saat itu sedang ramai, maka kami – Saya, Dika dan ibu Dika – baru bisa berangkat menuju Semarang sekitar pukul 2 siang. Dengan berjalan kaki kami berlari-lari kecil menuju terminal bis yang letaknya tidak jauh dari rumah, dan kami harus bergegas karena langit telah gelap akibat mendung dan gerimis mulai turun. Hujan turun lumayan deras ketika kami akhirnya mendapatkan bis. Dengan bis kelas ekonomi kami menuju Magelang untuk kemudian berganti bis yang lebih besar langsung menuju Semarang. Arus lalu lintas saat itu cukup padat, dengan adanya arus para pemudik yang masih ramai dan hujan deras melanda sepanjang perjalanan, kami baru tiba di Semarang ketika waktu Magrib tiba. Kami turun di daerah Banyumanik dan disana Mba Itha, kakak perempuan Dika, bersama suami dan anak perempuan bungsunya, Anggit, menjemput kami.

Siang hari sebelumnya menjelang keberangkatan kami dari Muntilan, Dika telah memperingatkan saya dengan menantang, “Ayo coba tebak-tebakan, nanti malem pasti kita makan steak hehe“. Dan ketika kami telah tiba ternyata Mba Itha langsung mengajak kami ke New Planet, sebuah restoran khas makanan Barat di daerah Kampungkali Semarang, yang menyajikan steak dan seafood sebagai menu utama.

[New Planet – letaknya di Semarang]

[Mba Itha bersama kedua anaknya, Anggit dan Fani serta Ibu Dika]

Makan malam yang seru sekali, sambil saya bertukar cerita bersama Mba Itha dan dihibur dengan kepolosan kedua keponakan calon suami yang begitu cerdas, nakal dan menggemaskan. Tepat ketika makan malam nyaris berakhir, Ade – sahabat kami semasa kuliah yang kini bekerja di Semarang dan telah kami hubungi sejak pagi hari – datang untuk menemui saya dan Dika. Karena sayang jika obrolan kami harus terpotong, maka Mba Itha dan suaminya justru mengajak Ade untuk ikut bersama kami ke rumah mereka dan melanjutkan reuni kecil kami disana.

Rumah Mba Itha terletak di daerah Pedurungan Tengah, cukup jauh dari kos Ade di Sampangan sebenarnya, namun berkat rayuan gombal kami akhirnya dia mau juga untuk ikut. Rumah Mba Itha sekeluarga saat ini sedang dalam proses renovasi, karena itu semuanya serba terbuka dan baru ada dua kamar tidur yang bisa digunakan untuk beristirahat. Ketika baru tiba secara otomatis kami semua berkumpul bersama di ruang tamu untuk berbincang sambil minum minuman hangat. Tapi semakin malam akhirnya hanya kita bertiga (saya, Dika dan Ade) yang bertahan dan berbincang, seperti dulu di masa ketika kami masih kuliah di kota Solo, ngobrol sambil ngopi sampai pagi. Malam itu saya menggambarkan pertemuan kami melalui status di Facebook yang ternyata akhirnya banyak mengundang komen dari teman-teman lama yang juga ingin berkumpul dan reuni kembali bersama.

[status Facebook malam itu :
“Semarang.deewardani.deidikaaka.ademart.kopi.rokok.kamera.obrolan kerjaan+ra mutu“.]

[Mengobrol bersama Ade. Photo by: Wahyu Adi Pramardika]

Obrolan malam itu berakhir pukul 2 pagi, ketika Ade pamit pulang untuk beristirahat karena esok pagi dia masuk kerja. Dan keesokan paginya saya terbangun ketika Dika bersama Mba Itha dan suaminya sedang menelusuri rumah yang sedang dibangun itu. Pagi hingga siang kami menghabiskan waktu di rumah, dengan menyantap masakan Mba Itha dan mengobrol tentang banyak hal. Saya pun banyak menemani si kecil Anggit bermain sebelum pergi hari itu. Siang hari akhirnya kami pergi mengunjungi kerabat calon suami, yaitu Mbah Muda (menurut informasi dari Mba Itha dan Dika, mbah ini adalah ibu angkat dari Ibu). Dan ketika dikabari bahwa Mbah Kung telah sampai kembali di Semarang, maka kita pun langsung mengunjungi beliau sebelum akhirnya makan siang dan diantarkan ke pusat Bis Patas antarkota yang akan mengantarkan kita pulang kembali ke Muntilan.
Kami sampai di kota Muntilan kembali selepas Magrib dan lagi-lagi kami disambut hujan. Kali ini kami dijemput oleh Mas Andhi, kakak laki-laki Dika yang selama kami berada di Semarang sempat mengunjungi keluarga besar sang istri di Jawa Timur.

Awalnya saya dan calon suami berencana untuk berangkat ke kota Solo keesokan harinya, tapi kemudian rencana itu kami batalkan karena beberapa alasan. Pada hari Jumat pagi rombongan keluarga Mas Andhi berpamitan untuk pulang kembali menuju Lampung. Sebelumnya kami semua diundang Mba Cik – kakak perempuan Dika yang termuda – untuk sarapan bersama di warung Mie Ijo buatannya yang terletak tidak jauh dari rumah. Setelah beramai-ramai makan akhirnya rombongan Mas Andhi berangkat dan kami kembali ke rumah. Awalnya kami berencana ingin berkeliling kota Muntilan dan hunting foto di Ketep hari itu selepas Jumatan, namun rencana kami batal karena hujan turun sepanjang hari. Bahkan dingin yang begitu menusuk di malam hari pun mengurungkan niat kami untuk pergi kemana pun, dan hari itu pun kami manfaatkan untuk banyak duduk berdua di rumah, mengobrol, online sambil minum kopi panas dan beristirahat.

Sekian dulu catatan perjalanan saya bagian kedua. Hal yang menyenangkan lainnya ada di bagian ketiga. Ciao !

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan di sini...
tell me everything !!