Inspirative Quote p.2.

Pesan dari seorang teman.....


Untuk Kalian Yang Ingin Hidup Bebas

Siapapun kalian, yang menginginkan kehidupan bebas, lepas dari belenggu sekolah, otoritas, orang tua, masyarakat, dan belenggu-belenggu serupa, kalian tidak sendirian. Kalian juga bukan orang pertama yang berpikir bahwa semua belenggu tersebut takkan pernah lepas, bahwa kebebasan sejati hanya dapat kita rasakan dalam khayalan dan mimpi siang bolong. Kita beranjak dewasa dengan dicekoki kalimat bahwa “kita harus bertanggung-jawab”. Semua keluh-kesah akan dunia, kehidupan, dan kondisi sekeliling kita, selalu dijawab dengan nyanyian lama “terima saja, hidup memang tidak pernah adil!”. Sepintas kita merasakan sinisme di dalamnya setiap kali kalimat itu berdengung di dekat telinga kita, kita dapat melihat wajah si pelontar kata yang menyatakan dengan putus asa bahwa ia tak berdaya atas kehidupannya. Dan itulah kenyataan sebenarnya yang ingin ia katakan, bahwa ia–termasuk kita semua–tak berdaya. Namun, di balik semua itu, mereka yang melontarkan kata-kata semacam itu, adalah mereka yang tak pernah benar-benar menjalani hidup yang sesuai dengan keinginan mereka. Mereka yang telah layu atau mati selagi hidup. Bagiku, kenyataan hidup tidak sesederhana kalimat “hidup memang tidak pernah adil” karena kemungkinan masih ada di setiap ruang bagi setiap manusia yang gigih dan berani mengeksplorasi setiap sudut kehidupan.

Terkadang aku juga seperti kalian, yang mengutuki dunia dengan sumpah serapah. Tapi, bisakah kita sedikit berbesar hati dengan mempertimbangkan sisi lain hidup yang pernah atau sering membuat kita tersenyum, merasa lepas, bebas dengan hati yang bergejolak. Momen-momen dimana kita akan berkata bahwa hidup itu tidak selalu busuk adalah ruang dan waktu dimana kita mengikuti mimpi dan keinginan. Memang, keseharian kita dipenuhi dengan “kekerasan, kemiskinan, ketertindasan, peperangan, dan pengrusakan” yang disebabkan oleh para penguasa ekonomi dan para politisi. Sehari-hari kita dituntut untuk mengamini semua ini dengan duduk di depan kelas, menonton televisi, mematuhi majikan, dan membuat semua inersia kehidupan menjadi rutinitas kehidupan kita sendiri. Tapi, kehidupan yang bebas itu masih mungkin. “Hidup itu indah” bukanlah semata slogan perusahaan periklanan dan senyum kaum borjuis di depan televisi, janganlah percaya pada apa yang disajikan televisi kepadamu. Kehidupan yang indah itu ada di sekitar kita, tersembunyi di balik tirai jendela dan di luar dinginnya tembok-tembok penjara, seperti sinar matahari yang diselubungi awan, kita hanya perlu mengayuh angin untuk menyingkapnya.

Aku juga sadar bahwa hidup seperti sekarang ini memang memilukan. Hidup yang bebas di bawah tirani kapitalisme dan negara menjadi semacam ilusi ketika setiap hari kita harus melakukan hal-hal yang tak kita inginkan. Kita harus menjual, menipu, dan berlaku tak adil kepada sesama agar kita dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kita bahkan harus membuat mereka patuh seperti halnya atasan/pimpinan menginginkan kesetiaan kita. Mereka bilang, kalau kita tidak mempersiapkan diri kita untuk masa depan, maka tak ada alasan lagi untuk hidup. Kawan, orang-orang yang berkata seperti itu kepadamu sesungguhnya tak pernah mengerti ucapan mereka sendiri. Orang-orang tersebut mencoba berkata kalau mereka lebih dewasa darimu karena mereka menginginkan kepercayaan dan kepatuhanmu, seperti orang lebih dewasa sebelumnya yang telah merenggut kehidupan mereka. Mereka menginginkanmu untuk menjadi budak mereka, sampai akhirnya kamu mengamini perbudakan dirimu sendiri dan menerima legitimasi kekuasaan mereka terhadap hidupmu. Kapan kamu akan mulai menjalani hidupmu sendiri?

Argumen ini bukanlah suatu alasan untuk menyerang mereka yang bekerja untuk bertahan hidup. Beberapa orang masih sulit melepas rutinitasnya. Menyalahkan mereka karena pilihan tersebut adalah tindakan yang keliru, walau kita semua mengerti bagaimana pengaruh ’rutinitas’ kepada kehidupan kita. Semua ini bergantung pada pemahaman kita terhadap realitas keseharian, hubungan antarmanusia, dan bagaimana hal tersebut membentuk kesadaran bahkan emosi kita. Ada orang-orang terdekat kita yang menyukai pekerjaan mereka sebagai suatu wujud eksistensi di dalam masyarakat. Tapi hal terpenting dari semuanya adalah menyadari bahwa eksistensi hidup takkan diraih melalui semua itu, tapi dari apa yang benar-benar kita inginkan di dalam hidup.

Sadarilah, bahwa majikan ingin memperbudakmu. Sekolah mempersiapkanmu untuk menjadi bagian dari hubungan ekonomi-politis majikan dan budak. Orang tua menghendakimu mengikuti jalan hidup mereka–menjadi budak. Masyarakat menginginkanmu menjadi segala sesuatu yang tak kamu inginkan. Dan percayalah, bahwa kehidupan bebas berada di luar itu semua. Dan ingat, karena aku tak dapat mengingatkanmu hal ini berkali-kali, bahwa hidup yang bebas bukanlah kebebasan untuk mendominasi, memanipulasi, memperbudak sesama, dan menghancurkan alam sekitar (biosfer) demi kesenangan kita. Bukan, karena itu adalah kebebasan yang sekarang diamini oleh masyarakatmu–yang tidak bebas.

Aku keluar (bukan dikeluarkan) dari kuliah, dan tidak memikirkan bagaimana masa depanku akan menjadi. Meninggalkan rumah, orang tua beserta nilai-nilai suci yang tadinya diwariskan kepadaku. Aku bahagia karena aku menjalani hidup sesuai keinginanku, aku bahagia karena aku juga merasakan kesedihan sebagai bagian dari pilihan hidupku. Mereka bisa saja menuduhku egois, seenaknya, parasit, ceroboh, atau apapun tanpa berkaca terlebih dulu. Mereka bisa menghakimiku di dalam segala hal, tapi apa yang perlu mereka lakukan terlebih dahulu adalah melihat ke dalam diri mereka sendiri. Bisikan dalam hati seringkali tak nyaman untuk dipublikasikan apalagi diberitahu ke orang sekitar kita. Kita semua tahu apa yang sering kita keluhkan di dalam diri: ketidakpuasan yang kita rahasiakan yang seringkali dibaluti oleh keinginan-keinginan remeh, padahal apabila dicermati lebih jauh, keinginan tersebut menginginkan sesuatu yang lebih besar. Lebih besar dari apa yang aku dan kamu ketahui. Seperti ketika kamu menemukan cinta dan mengetahui apa yang kamu benci. Biarkan mereka berbicara sesukanya. Menuduh sesukanya. Biarkan mereka berkoar dengan bahasa yang penuh derita. Hidup harus terus berjalan dan memang sudah sepatutnya, bahwa untuk menjalani hidup berarti mengetahui mana yang harus kita perjuangkan dan mana yang harus kita tumbangkan.

Amorfati. Amen

Coba direnungkan.....


*tulisan quote ini jg gue tulis di http://acedreamland.blog.friendster.com


No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan di sini...
tell me everything !!