Bipolar disorder is not a single disorder, but a category of mood disorders defined by the presence of one or more episodes of abnormally elevated mood, clinically referred to as mania. Individuals who experience manic episodes also commonly experience depressive episodes or symptoms, or mixed episodes in which features of both mania and depression are present. These episodes are normally separated by periods of normal mood, but in some patients, depression and mania may rapidly alternate, known as rapid cycling. Extreme manic episodes can sometimes lead to psychotic symptoms such as delusions and hallucinations. The disorder has been subdivided into bipolar I, bipolar II, Bipolar NOS, and cyclothymia based on the type and severity of mood episodes experienced.
Also called bipolar affective disorder until recently, the current name is of fairly recent origin and refers to the cycling between high and low episodes; it has replaced the older term manic-depressive illness coined by Emil Kraepelin (1856-1926) in the late nineteenth century. The new term is designed to be neutral, to avoid the stigma in the non-mental health community that comes from conflating "manic" and "depression."
Onset of symptoms generally occurs in young adulthood. Diagnosis is based on the person's self-reported experiences, as well as observed behavior. Episodes of illness are associated with distress and disruption, and a relatively high risk of suicide. Studies suggest that genetics, early environment, neurobiology, and psychological and social processes are important contributory factors. Psychiatric research is focused on the role of neurobiology, but a clear organic cause has not been found. Bipolar disorder is usually treated with medications and/or therapy or counseling. The mainstay of medication are a number of drugs termed 'mood stabilizers', in particular lithium and sodium valproate; these are a group of unrelated medications used to prevent relapses of further episodes. Antipsychotic medications, sometimes called neuroleptics, in particular olanzapine, are used in the treatment of manic episodes and in maintenance. The benefits of using antidepressants in depressive episodes is unclear. In serious cases where there is risk to self and others involuntary hospitalization may be necessary; these generally involve severe manic episodes with dangerous behaviour or depressive episodes with suicidal ideation. Hospital stays are less frequent and for shorter periods than they were in previous years.
Some studies have suggested a significant correlation between creativity and bipolar disorder. However, the relationship between the disorder and creativity is still very unclear. One study indicated increased striving for, and sometimes attaining, goals and achievements. While the disorder affects people differently, individuals with bipolar disorder tend to be much more outgoing and daring than individuals without bipolar disorder. The disorder is also found in a large number of people involved in the arts. It is an ongoing study as to why many creative geniuses had bipolar disorder. (Sumber: Wikipedia Encyclopedia)(1)
Udah lama sebenernya gue pgn nulis soal ini. Bipolar Disorder…udh prnah denger? Sebuah gejala kelainan yang dialami beberapa manusia, tingkatan nya sedikit di atas Depresi dan jauh di atas Stres, dengan gejala yang disebut Manic(2). Kenapa gue nulis soal ini? Well, here’s the story…
Kira-kira sepuluh tahun yang lalu pada masa sekolah gue pernah didiagnosa memiliki gejala depresi(3). Di saat itu gue cuma tersenyum dan bilang, “that’s bullshit”. Dan akhirnya menolak pemeriksaan lebih lanjut. Depresi itu akhirnya ga terlalu gue rasain, sampai akhirnya beberapa tahun kemudian – di masa kuliah gue – gue akhirnya memeriksakan diri atas saran seorang teman kuliah gue. Lagi-lagi, gue dibilang mengalami depresi. Tapi kali ini, gue akhirnya mau duduk di satu ruang bersama seorang ahli yang pada saat itu malah jadi ikut mengalami gejala gangguan jiwa setelah ngobrol sama gue, dengan jadwal sesi 2-3 kali seminggu masing-masing 2-3 jam. Sang ahli ini terus-terusan bilang gue depresi, tapi ga bisa bilang apakah gue bener-bener sakit ato “sakit”. Yang pasti ga ada seorang pun diantara kami yang bisa benar-benar menjelaskan apa penyebab sikap gue yang ga bisa tenang tapi juga terkadang justru terlalu tenang, apa penyebab ke’gelisah’an gue, apa penyebab pikiran gue yang sering tiba-tiba melayang ke tempat-tempat ga penting yang mengakibatkan gue ga bisa konsentrasi, apa penyebab kebiasaan gue yang meracau tiba-tiba tapi kemudian bisa diam sampai berhari-hari, apa penyebab gue yang seakan punya gejala schizophrenia(4) tapi sadar sepenuhnya untuk bisa membedakan mana yang imajinasi dan mana yang kehidupan nyata….dan terutama adalah, apa penyebab kekacauan emosional gue. Sang ahli ini akhirnya cuma bisa menggantikan minuman-minuman beralkohol yang gue konsumsi sejak masa sekolah dengan obat-obat dengan nama-nama keren – dari Vallium, Prozac, hingga Lithium –untuk bisa menenangkan gue. Terutama supaya gue bisa tidur di malam hari, karena di masa-masa depresi gue (termasuk ketika masa kuliah), gue nyaris ga pernah bisa menutup mata di malam hari(5). Walaupun….yah, namanya juga mahasiswa arsitektur. Klo malam ya ga gue minum dunk, bisa ga kelar atuh tugas2 gue…ya ga? Tapi tetep, obat-obat ini selalu ada di kantong gue ato at least ada di dalam tas. Siapa tau tiba-tiba gue dapet serangan adrenalin rush yang membuat gue tiba-tiba punya rage yang begitu tinggi seperti ketika satu kali gue pernah mengejar orang habis-habisan gara2 dia nyipratin air genangan ke mobil yang gue naikin bareng temen sekontrakan gue. Atau ketika gue tiba-tiba memukul cermin di hadapan gue tanpa alasan yang jelas, bahkan sampe sekarang pun gue ga bisa inget sebenernya gue kenapa waktu itu. Atau seperti ketika satu kali gue ngelempar stick drum gue dari atas panggung ke muka salah satu penonton yang teriak-teriak manggil-manggil gue dengan bahasa yang bikin emosi banget, bahkan nyaris lompat dari atas panggung untuk nerkam tu orang…tapi dunia beruntung punya seorang Aryo yang badannya cukup kuat untuk nahan gue waktu itu, heuheuheu^^
Bertahun-tahun gue dan sang ahli, beserta teman-teman gue yang tau soal ini, ga bisa nemuin jawaban soal apa sebenernya yang salah sama gue. Karena itu mulai beberapa waktu yang lalu, gue melepaskan diri dari obat-obatan ga penting yang ga terlalu ngebantu itu (terakhir gue mengkonsumsi Vallium), dan kembali beralih ke alkohol, untuk menenangkan diri. Sampai akhirnya satu ketika….di satu hari ketika gue dan keempat temen kontrakan gue di Solo duduk bareng di depan TV, nonton The Oprah Show dimana jawaban itu ada. Tema saat itu membahas seorang wanita yang membunuh anaknya dan dihukum penjara entah berapa puluh tahun (maaf, gue lupa), dan didiagnosa memiliki kelainan jiwa. Ketika di penjara dan seorang psikiater diberi kesempatan dan waktu khusus untuk meneliti dan mengamati wanita ini, si psikiater menyebut istilah Bipolar Disorder untuk mendefinisikan apa yang dialami si wanita, yang ngakunya sering gelisah dan panik tanpa sebab, emosi-emosi yang tiba-tiba berubah, halusinasi-halusinasi yang nyaris nyata, bahkan amnesia singkat. Dan kemudian, keempat teman gue tersebut spontan menoleh ke arah gue. Bahkan Leny, salah satunya bilang, “hey, that’s you, honey….”, smentara gue cuma tersenyum dan bilang, “…damn. Thank you, Oprah”.
Sehari setelah itu, gue dan keempat teman gue menemui sang ahli yang udah bertahun-tahun berusaha meneliti sekaligus menemani gue menghadapi kegelisahan gue. Dengan membawa laptop Amey, dan mengajak beliau untuk browsing bareng di internet untuk mempelajari hal ini. Sedikit bersyukur juga sih, karena salah satu teman gue tadi adalah mahasiswi Psikologi di salah satu kampus di Solo, jadi dia bisa berkomunikasi dengan lebih baik ke sang ahli yang waktu itu shock berat karena baru kali itu gue dateng bawa teman, dan langsung satu rumah pula gue bawa, heuheuheuh….
Anyway, kami berenam pun akhirnya menyimpulkan, bahwa memang apa yang gue alami adalah sesuai dengan definisi di atas. Bipolar disorder…..hal ini sebenarnya belum gue komunikasikan dengan orang tua gue. Gak penting, mereka juga sama sekali ga tau soal segala kegiatan dan proses gue menemui ahli jiwa juga kok, hohohohoh. Setidaknya kami tahu apa yang salah ma gue dan gimana cara memperbaikinya, walopun gue masih menolak obat-obatan macam apapun untuk menenangkan diri gue. Sementara ini masih aman kok, daripada gue kelak jadi punya kecenderungan untuk menenggak habis obat yang gue kantongin ketika mengalami panik dan emosi berlebihan, jadi ya ntar aja kali ye berobatnya. Hahahaha…dengan mendapat jawab ini aja gue udah merasakan kebebasan kok. Seakan baru aja menemukan sepotong bagian puzzle dari diri gue yang ilang. Sekarang tinggal nyari potongan-potongan lainnya. Karena mungkin dengan begitu, gue justru ga akan butuh mengkonsumsi minuman atau obat apapun. Siapa tau, ya kan??
(1) versi terjemahan ada di sini
(2) diartiin biasanya dengan sejenis mania atau kepanikan tingkat tinggi, dimana si manusia yang mengalami Manic ini biasanya bakal mengalami serangan adrenalin yang bisa ningkatin kepanikan mereka secara berlebihan
(3) gue lupa itu taun berapa…yg pasti masi pake rok biru dan kawat gigi, heuheuheu
(4) ini sindrom kelainan dimana penderita mengalami halusinasi yang bagi dia bener-bener nyata, dimana ga bisa bedain antara halusinasi dan kenyataan. Penjelasan lebih lengkap ada lah di miss Wiki, kapan-kapan gue cariin klo emang pada mo tau. Ato cari sndiri mgkn lbh baik??heuheu…dasar org males
(5) ini disebut Insomnia, istilah yang cukup diketahui orang kebanyakan, ga perlu jadi ahli untuk tahu
*klo biasanya gue menyebut teman-teman gue dalam tulisan gue dan me-link-kan mereka ke profile mereka supaya pembaca bisa lihat seperti apa sosok dan bentukan teman-teman gue itu, kali ini ga dulu y…heuheuheu