Andai aku bisa
Aku ingin mengulang kembali waktu yang bergulir
Mengalami kembali segala kenangan indah yang terlewat
Menghirup kembali semua nafas yang terbuang
Merasakan kembali semua sentuhan yang telah hilang
Merangkup kembali semua air mata yang telah tumpah dan terurai
Hanya untuk merasakan kembali
Hangat hadirnya dirimu
***
Tiap malam datang sering aku bertanya
Adakah makna hadir-ku bagi hidup
Adakah makna hidup ini bagi ada-ku
Adakah makna sakit dan kesendirian ini bagi gelapku
Adakah makna dan arti semua ini
Karena tidak ada kejelasan dalam langkahku
Hanya gelap membayangi dalam jalanku
Di manakah terang?
Karena yang nampak hanyalah bayang
Hati ini butuh lilin…cahaya penerang
Hati ini butuh teman
Yang mampu merengkuh kala malam menjelang
Hati ini butuh teman…
Yang mampu menghangatkan kala dingin kembali menghadang
Aku terus menanti…
Hingga ia datang
***
Di kala malam datang aku masih bertanya
Adakah tanda bagiku ketika terang itu datang
Adakah aku mengenali cahaya itu
Atau akankah aku justru lari
Karena rasa ketakutan ini justru tumbuh
Seiring dengan tumbuhnya harapan akan sang cahaya
Karena aku telah terbiasa dengan gelap
Dan mulai merasa lebih aman berada di dalamnya
Takut…
Karena aku tak tahu apa yang akan terjadi
Karena aku tak tahu bagaimana bentuknya
Karena aku tak tahu apa yang harus aku lakukan
Ketika cahaya itu datang
Tapi aku tetap menanti….
Dan ia pun datang
***
Bimbang. Hati tak siap namun tak juga lari
Mungkin aku telah lelah berlari…
Sekian lama berusaha lepas dari bayang
Sehingga ketika cahayaku datang aku pun memilih untuk menetap
Memilih untuk tidak berpaling dan pergi
Karena cahaya yang ini tidak menakutkan
Dan justru menghangatkan
Karena aku merasa aman
Ketika berada di sampingnya
Dalam terang cahayanya
Namun aku tetap bimbang….
Dan ia pun berkata, ini bukan cinta
Kita hanya saling membutuhkan…
Maka akupun tinggal…
Dan ia tidak pergi
***
Bimbang. Hati kini siap namun masih ingin lari
Tapi aku telah lelah berlari…
Setelah sekian lama terbayangi gelap sepi
Sehingga untuk cahayaku aku pun memilih untuk menetap
Memilih untuk tidak berpaling dan pergi
Karena cahayanya masih sangat menghangatkan
Memabukkan…namun juga menenangkan
Karena aku merasa aman. Damai. Tenang.
Ketika berada dalam pelukannya
Dalam hangat cahayanya
Namun aku tetap bimbang….
Dan ia pun berkata, kita memang saling membutuhkan
Namun ini cinta…
Maka akupun tinggal…
Dan ia tidak pergi
***
Bimbang ini lenyap
Dan aku makin merasa membutuhkan
Makin merasa bahwa kami satu. Tak terpisahkan
Bahkan oleh waktu
Percaya bahwa genggaman tangannya takkan terlepaskan
Percaya bahwa terangnya hanya untukku
Dan bahkan bayangnya sekalipun takkan meninggalkanku
Hati ini akhirnya terbiasa dengan cahaya terangnya
Terbiasa akan kehangatannya
Begitu tenang. Damai. Hangat.
Yakinku bahwa hadirnya membawa surga di hatiku
Karena cahayanya menemani hadirku selalu
Ia pun percaya akan hadirku
Percaya bahwa akupun akan selalu memberi hangat bagi hadirnya
Percaya bahwa aku akan hadirkan senyum
Dan bahkan memberi warna bagi hadirnya
Percaya bahwa aku akan selalu menanti
Bahwa aku akan menetap dan tak pernah lari
Bahwa aku akan tinggal
Aku tetap tinggal…
Namun kemudian ia yang pergi
***
Bukan waktu yang mengambilnya dariku
Bukan hati yang berpaling
Dan bukan pula gelap yang merebutnya dari sisiku
Namun Tuhan…
Ia yang mengambilnya dari ku
Ia yang merebutnya dari sisiku
Ia yang menghapuskan cahaya itu dalam sekejap
Sehingga aku pun kembali dalam gelap
Tersesat. Tersakiti.
Hancur dalam sekejap bagaikan ribuan pecahan kaca terhempas di permukaan tanah
Kecewa. Bimbang.
Kehilangan pijakan karena cahayaku hilang meninggalkanku dalam gelap
Sempat aku ingin mengutuk Tuhan…
Karena Ia yang dulu telah memberikan cahaya itu padaku
Memberikanku kebahagiaan
Mengajarkan sang cahaya untuk memberikan surga untukku dalam hati ini
Namun dengan sekejap mata diambilnya cahaya itu
Dan kembali menenggelamkanku dalam gelap
Kembali menyesatkan langkahku
Kembali menghancurkan hatiku
***
Cahayaku hilang…
Genggaman tanganku terlepaskan. Hati ini terhancurkan.
Tanpa pijakan kuat aku terus berusaha berjalan melawan gelap
Tanpa mampu menahan air mata yang terus tumpah
Tanpa mampu menahan rasa rindu yang terus menusuk hati
Tanpa mampu menghapus wajah sang cahaya
Yang terus muncul dalam angan. Dalam mimpi.
Tangan ini masih terkepal…
Berusaha meraup kembali genggaman tangan hangat
Yang dalam hati masih terlalu berat untuk dilepaskan
Seluruh tubuh dan jiwaku masih merasa rindu
Masih bergetar mengingat tiap sentuhan yang telah diberikan
Masih mengingat pelukan erat yang dulu menghangatkan
Telinga ini masih mengingat suara lembut yang menenangkan
Menggetarkan hati ini dengan rindu
Hingga tetes air matapun kembali tumpah
Cintaku hilang…
Membawa hati dan keberanianku melawan gelap
Hingga aku kembali merasa takut
Untuk berjuang sendiri. Untuk melawan sepi.
Namun aku tetap tinggal
Didorong oleh rasa cinta dan kenangan
Akan cahaya terangku yang masih menghangatkan
***
Andai aku bisa
Aku ingin memohon dengan segenap jiwa raga
Izinkan aku menelepon ke surga
Agar aku dapat mendengar kembali suaramu
Agar aku dapat menyampaikan resah jiwaku yang kehilangan kamu
Agar aku dapat menyampaikan rasa rindu dan rasa sayang ini
Andai aku bisa
Aku ingin memohon dengan segenap jiwa raga
Izinkan aku mencari dimana letak surga itu berada
Agar aku dapat menemuimu
Agar aku dapat menatap wajahmu dan senyummu yang indah
Agar aku dapat sekali lagi merasakan sentuhanmu
Agar aku dapat sekali lagi mengecupmu
Agar aku dapat sekali lagi berada dalam pelukanmu
Agar aku dapat bersamamu
Izinkan aku menemukanmu
Hanya untuk merasakan kembali
Hangat hadirnya dirimu
***
…untuk kamu yang berada di surga
(DeeWardani – Februari2005)
-- Izinkan Aku Menelepon ke Surga --
Aku masih di sini…terduduk di salah satu sudut malam
Menikmati sepi…merasakan hening…ditemani kehampaan
Seluruh tubuhku merinding…dingin
Hati dan jiwaku terbakar…panas oleh emosi, amarah dan resah
Merenung sendiri mendengarkan suara hati
Berusaha memahami semua yang kualami
Seandainya bisa…
Betapa inginnya hati ini untuk menyampaikan langsung kepada-Nya
Beribu permohonan yang tak pernah dikabulkan
Beribu permintaan yang tak pernah tersampaikan
Beribu doa yang telah terucapkan berulang kali…tanpa pernah terbalaskan
Beribu hasrat…beribu mimpi…yang hanya bisa tersimpan dalam hati
Dalam kelam malam ini hati memohon…
Izinkan aku berbicara langsung kepada-Nya
Izinkan aku menyampaikan semua gundah ini pada-Nya
Mohon…izinkan aku…menelepon ke surga
***
Aku hanya terpaku
Dikelilingi oleh keramaian di sekitar yang seakan beribu mil jauhnya dari tubuhku
Lebih menikmati kekosongan dalam pikiranku
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat melihat lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa waktu untuk menyadari di mana tempatku berada
Hanya mampu menatap ke bawah…di permukaan tanah
Di mana tampak bayang tubuhku yang terbentuk dari pancaran matahari…
yang menutupi tempat dimana dia berada kini
Dia…yang dulu pernah menumbuhkan senyum di wajahku
Dia…yang dulu kuharap akan menjadi belahan jiwaku
Dia…yang kusangka akan menemaniku selamanya
Dia…
Yang kepergiannya membuat seluruh jiwa dan ragaku hancur
Bagaikan ribuan pecahan kaca terhempas di permukaan tanah
Mereka memintaku berdoa…berdoa untuknya
Tapi aku bingung…aku tak mengerti
Karena aku tak pernah benar-benar tahu
Bagaimana caranya….?
Kepada siapa…?
Mereka menyebut nama Tuhan
Tuhan…dulupun aku sering menyebut nama-Nya
Mencoba berbicara kepada-Nya
Tapi pernahkah Ia mendengarnya?
Tuhan…
Benarkah Dia ada di sana?
Aku tak mengerti
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk menatap lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat buatku untuk sadar di mana kini aku berada
Hanya bisa terdiam menyaksikan sekilas gambar-gambar menyakitkan
Pertengkaran-pertengkaran yang tidak diinginkan
Beribu macam kata yang terucap untuk melindungi hati yang tersakiti
Tanpa menyadari tajamnya menyakiti hati yang dicintai
Suara-suara menghujam memekakkan telinga
Pintu-pintu terbanting menggetarkan dinding
Perpisahan yang mengiris dan mengundang tangis
Darah yang menetes ketika hati menerima rasa sakit
Air mata yang tumpah…
Ketika kenyataan menghancurkan mimpi indah yang menemani malam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat untuk menyadari dimana tempatku berada
Hanya bisa menahan tangis menatap kilasan-kilasan kenangan menyakitkan
Kilatan-kilatan cahaya terang lampu memecahkan gelap malam
Menyinari tubuh-tubuh yang bergerak dimanjakan oleh irama musik yang menggetarkan gendang telinga
Semerbak aroma alkohol dan obat-obatan berwarna dan bernama asing
Tercium…bercampur dalam udara malam dan menghancurkan indera
Hanya mampu menahan tangis dan hancurnya hati
Kala menatap orang yang tersayang berada di sana
Terbius oleh kenikmatan yang membutakan
Tanpa menyadari adanya sentuhan tangan yang berusaha merengkuh hati dan jiwanya untuk kembali menapak ke bumi
Untuk kembali ke sisi
Dan membiarkan diri terbawa alam mimpi
Mereka menyuruhku untuk berdoa
Tapi aku masih tak mengerti…karena aku tak pernah benar-benar tahu
Bagaimana caranya…?
Untuk apa…untuk siapa…?
Mereka menyebut nama Tuhan
Tuhan…
Dulu aku memanggil nama-Nya
Memohon…
Berharap…
Tapi aku lalu berhenti
Karena aku tak mengerti…tak paham
Kenapa kegelapan ini masih terus menyelimutiku
Kenapa rasa sakit ini masih membakarku
Kenapa mimpiku kosong…hampa
Kenapa Ia mengambil satu-satunya kebahagiaanku…cahaya terangku
Karena itu aku berhenti berharap
Berhenti memohon
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat menyimak lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat penuh keberanian untuk mengerti tempatku kini berada
Berusaha melawan jerat bayang yang terus mengikatku
Berusaha memahami jalan yang hendak aku tuju
Memahami di mana tempat yang pantas untukku
Aku menatap semua yang ada di sekelilingku
Berusaha menyesuaikan pikiran dan hatiku dengan pemandangan di depanku
Kulihat mereka yang berdoa pada sebuah simbol yang terpasang di dinding
Menyalakan lilin dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membuang rambut di sekujur tubuh mereka
Membakar dupa dan membungkuk tiga kali sebelum mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang menyiapkan sajian
Berkumpul bersama pada kuil sesembahan
Menyanyikan pujian dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membasahi tubuh dan bersujud di atas permukaan tanah
Berkata bahwa mereka sedang bersujud di hadapan-Nya
Membaca ayat-ayat dalam bahasa yang tak kukenal dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membakar uang kertas
Bernyanyi dan mengucapkan harap pada matahari
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang menyanyikan lagu-lagu pujian dengan diiringi musik dan tarian
Bersama-sama mengucapkan harap
Inikah yang namanya berdoa?
***
Aku sungguh tak mengerti…tak paham
Karena aku sungguh tak pernah benar-benar tahu
Aku tak pernah memahami cara-cara itu
Aku tak pernah berdoa dengan cara mereka
Aku tak pernah bisa memahami pikiran mereka
Karena selama ini aku menganggap…
Semua perkataan mereka…
Semua yang mereka tunjukkan…yang mereka pakai dan kenakan di tubuh mereka
Hanyalah satu bentuk kemunafikan yang mereka gunakan
Untuk menutupi kebusukan hati yang tetap dapat tercium oleh inderaku
Tapi mereka menyebut Tuhan
Dan aku hanya mengerti Tuhan
Dan aku hanya mengerti caranya memohon pada-Nya dengan caraku
Karena itu aku tak mengerti
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat memahami lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Membiarkan sadarku terhempas kembali dari masa lalu
Masa lalu…yang dapat kita lepaskan seiring dengan berlalunya waktu
Namun tidak akan pernah bisa melepaskan kita
Masa lalu…yang dapat kita tatap dengan senyum
Namun membalas dengan menjerat kita dalam bayangnya
***
Aku masih terduduk di sini…di salah satu sudut malam
Merasakan seluruh tubuhku bergetar mengikuti irama heningnya malam
Hati ini masih merasakan luka…belum melupakan sakit
Namun air mata ini telah berhenti mengalir
Hati ini kembali memohon
Ingin menyampaikan langsung kepada-Nya
Beribu permohonan yang masih terpendam tak tersampaikan
Beribu harap yang masih memenuhi jiwa
Namun kali ini diriku telah siap
Hati ini kini lebih tenang…meski belum terisi
Karena aku telah menemukan bagaimana caranya
…untuk menelepon ke surga
***
…untuk hatiku yang ada di surga
(DeeWardani – Maret2006)
Menikmati sepi…merasakan hening…ditemani kehampaan
Seluruh tubuhku merinding…dingin
Hati dan jiwaku terbakar…panas oleh emosi, amarah dan resah
Merenung sendiri mendengarkan suara hati
Berusaha memahami semua yang kualami
Seandainya bisa…
Betapa inginnya hati ini untuk menyampaikan langsung kepada-Nya
Beribu permohonan yang tak pernah dikabulkan
Beribu permintaan yang tak pernah tersampaikan
Beribu doa yang telah terucapkan berulang kali…tanpa pernah terbalaskan
Beribu hasrat…beribu mimpi…yang hanya bisa tersimpan dalam hati
Dalam kelam malam ini hati memohon…
Izinkan aku berbicara langsung kepada-Nya
Izinkan aku menyampaikan semua gundah ini pada-Nya
Mohon…izinkan aku…menelepon ke surga
***
Aku hanya terpaku
Dikelilingi oleh keramaian di sekitar yang seakan beribu mil jauhnya dari tubuhku
Lebih menikmati kekosongan dalam pikiranku
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat melihat lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa waktu untuk menyadari di mana tempatku berada
Hanya mampu menatap ke bawah…di permukaan tanah
Di mana tampak bayang tubuhku yang terbentuk dari pancaran matahari…
yang menutupi tempat dimana dia berada kini
Dia…yang dulu pernah menumbuhkan senyum di wajahku
Dia…yang dulu kuharap akan menjadi belahan jiwaku
Dia…yang kusangka akan menemaniku selamanya
Dia…
Yang kepergiannya membuat seluruh jiwa dan ragaku hancur
Bagaikan ribuan pecahan kaca terhempas di permukaan tanah
Mereka memintaku berdoa…berdoa untuknya
Tapi aku bingung…aku tak mengerti
Karena aku tak pernah benar-benar tahu
Bagaimana caranya….?
Kepada siapa…?
Mereka menyebut nama Tuhan
Tuhan…dulupun aku sering menyebut nama-Nya
Mencoba berbicara kepada-Nya
Tapi pernahkah Ia mendengarnya?
Tuhan…
Benarkah Dia ada di sana?
Aku tak mengerti
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk menatap lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat buatku untuk sadar di mana kini aku berada
Hanya bisa terdiam menyaksikan sekilas gambar-gambar menyakitkan
Pertengkaran-pertengkaran yang tidak diinginkan
Beribu macam kata yang terucap untuk melindungi hati yang tersakiti
Tanpa menyadari tajamnya menyakiti hati yang dicintai
Suara-suara menghujam memekakkan telinga
Pintu-pintu terbanting menggetarkan dinding
Perpisahan yang mengiris dan mengundang tangis
Darah yang menetes ketika hati menerima rasa sakit
Air mata yang tumpah…
Ketika kenyataan menghancurkan mimpi indah yang menemani malam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat untuk menyadari dimana tempatku berada
Hanya bisa menahan tangis menatap kilasan-kilasan kenangan menyakitkan
Kilatan-kilatan cahaya terang lampu memecahkan gelap malam
Menyinari tubuh-tubuh yang bergerak dimanjakan oleh irama musik yang menggetarkan gendang telinga
Semerbak aroma alkohol dan obat-obatan berwarna dan bernama asing
Tercium…bercampur dalam udara malam dan menghancurkan indera
Hanya mampu menahan tangis dan hancurnya hati
Kala menatap orang yang tersayang berada di sana
Terbius oleh kenikmatan yang membutakan
Tanpa menyadari adanya sentuhan tangan yang berusaha merengkuh hati dan jiwanya untuk kembali menapak ke bumi
Untuk kembali ke sisi
Dan membiarkan diri terbawa alam mimpi
Mereka menyuruhku untuk berdoa
Tapi aku masih tak mengerti…karena aku tak pernah benar-benar tahu
Bagaimana caranya…?
Untuk apa…untuk siapa…?
Mereka menyebut nama Tuhan
Tuhan…
Dulu aku memanggil nama-Nya
Memohon…
Berharap…
Tapi aku lalu berhenti
Karena aku tak mengerti…tak paham
Kenapa kegelapan ini masih terus menyelimutiku
Kenapa rasa sakit ini masih membakarku
Kenapa mimpiku kosong…hampa
Kenapa Ia mengambil satu-satunya kebahagiaanku…cahaya terangku
Karena itu aku berhenti berharap
Berhenti memohon
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat menyimak lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Butuh beberapa saat penuh keberanian untuk mengerti tempatku kini berada
Berusaha melawan jerat bayang yang terus mengikatku
Berusaha memahami jalan yang hendak aku tuju
Memahami di mana tempat yang pantas untukku
Aku menatap semua yang ada di sekelilingku
Berusaha menyesuaikan pikiran dan hatiku dengan pemandangan di depanku
Kulihat mereka yang berdoa pada sebuah simbol yang terpasang di dinding
Menyalakan lilin dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membuang rambut di sekujur tubuh mereka
Membakar dupa dan membungkuk tiga kali sebelum mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang menyiapkan sajian
Berkumpul bersama pada kuil sesembahan
Menyanyikan pujian dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membasahi tubuh dan bersujud di atas permukaan tanah
Berkata bahwa mereka sedang bersujud di hadapan-Nya
Membaca ayat-ayat dalam bahasa yang tak kukenal dan mengucapkan harap
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang membakar uang kertas
Bernyanyi dan mengucapkan harap pada matahari
Inikah caranya berdoa?
Kulihat mereka yang menyanyikan lagu-lagu pujian dengan diiringi musik dan tarian
Bersama-sama mengucapkan harap
Inikah yang namanya berdoa?
***
Aku sungguh tak mengerti…tak paham
Karena aku sungguh tak pernah benar-benar tahu
Aku tak pernah memahami cara-cara itu
Aku tak pernah berdoa dengan cara mereka
Aku tak pernah bisa memahami pikiran mereka
Karena selama ini aku menganggap…
Semua perkataan mereka…
Semua yang mereka tunjukkan…yang mereka pakai dan kenakan di tubuh mereka
Hanyalah satu bentuk kemunafikan yang mereka gunakan
Untuk menutupi kebusukan hati yang tetap dapat tercium oleh inderaku
Tapi mereka menyebut Tuhan
Dan aku hanya mengerti Tuhan
Dan aku hanya mengerti caranya memohon pada-Nya dengan caraku
Karena itu aku tak mengerti
Gelap pun datang…
Dan aku menutup mata untuk dapat memahami lebih dalam
***
Kubuka kedua mataku
Membiarkan sadarku terhempas kembali dari masa lalu
Masa lalu…yang dapat kita lepaskan seiring dengan berlalunya waktu
Namun tidak akan pernah bisa melepaskan kita
Masa lalu…yang dapat kita tatap dengan senyum
Namun membalas dengan menjerat kita dalam bayangnya
***
Aku masih terduduk di sini…di salah satu sudut malam
Merasakan seluruh tubuhku bergetar mengikuti irama heningnya malam
Hati ini masih merasakan luka…belum melupakan sakit
Namun air mata ini telah berhenti mengalir
Hati ini kembali memohon
Ingin menyampaikan langsung kepada-Nya
Beribu permohonan yang masih terpendam tak tersampaikan
Beribu harap yang masih memenuhi jiwa
Namun kali ini diriku telah siap
Hati ini kini lebih tenang…meski belum terisi
Karena aku telah menemukan bagaimana caranya
…untuk menelepon ke surga
***
…untuk hatiku yang ada di surga
(DeeWardani – Maret2006)
Subscribe to:
Posts (Atom)